Presiden Jokowi disuruh untuk melakukan perbaikan manajemen pemerintahan saat sebelum mengambil satu kebijakan.
“Jangan sampai lagi muncul pernyataan seperti dahulu yang katakan ‘saya tidak baca’. Presiden mesti telah pelajari setiap ketentuan yang ia tandatangani, ” kata pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin, Minggu (5/7).
“Ini telah semester kedua, bila sampai semester kedua masih tetap oleng ini jadi ancaman, ” imbuhnya.
Menurut dia, ketentuan atau kebijakan yang di tandatangani Jokowi mesti mempunyai rencana matang serta sudah dipelajari.
Sikap Jokowi yang memerintahkan jajarannnya membuat revisi suatu ketentuan yang sudah di tandatangani bisa jadi amunisi untuk DPR untuk melayangkan mosi tidak percaya.
Sebelumnya, anggota komisi III Bambang Soesatyo menyebutkan bahwa revisi Perpres BPJS menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan Jokowi amburadul.
“Kasus revisi Perpres BPJS itu, sekali lagi, menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta kantor kepresidenannya sendiri masih tetap amburadul serta sontoloyo, ” kata anggota Komisi III DPR RI dari Partai Golkar Bambang Soesatyo dalam rilisnya, di Jakarta, Sabtu (4/7).
Menurutnya, lantaran masalah ini berlangsung di bulan kesembilan umur pemerintahan Jokowi, itu jadi tanda-tanda terlalu banyak orang yang tidak kualifaid dalam pemerintahan Jokowi.
“Karena tidak kualifaid, beberapa menteri lakukan kecerobohan dalam masalah Perpres BPJS Ketenagakerjaan itu. Beberapa Menteri itu arogan lantaran membuat Perpres BPJS ketenagakerjaan tanpa terlebih dulu mendengarkan masukan masyarakat pekerja. Bila beberapa menteri teknis itu ingin dengarkan masukan pekerja perihal mekanisme pencairan dana jaminan hari tua, Perpres itu tidak akan punya masalah, ” imbuhnya.
Kecerobohan beberapa menteri terkait itu, lanjutnya, nyatanya diikuti oleh beberapa orang keyakinan Jokowi di kantor Presiden. Tanpa ada membaca serta pelajari muatan Perpres itu, mereka segera menyodorkannya ke Presiden untuk di tandatangani.
“Jangan sampai lagi muncul pernyataan seperti dahulu yang katakan ‘saya tidak baca’. Presiden mesti telah pelajari setiap ketentuan yang ia tandatangani, ” kata pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin, Minggu (5/7).
“Ini telah semester kedua, bila sampai semester kedua masih tetap oleng ini jadi ancaman, ” imbuhnya.
Menurut dia, ketentuan atau kebijakan yang di tandatangani Jokowi mesti mempunyai rencana matang serta sudah dipelajari.
Sikap Jokowi yang memerintahkan jajarannnya membuat revisi suatu ketentuan yang sudah di tandatangani bisa jadi amunisi untuk DPR untuk melayangkan mosi tidak percaya.
Sebelumnya, anggota komisi III Bambang Soesatyo menyebutkan bahwa revisi Perpres BPJS menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan Jokowi amburadul.
“Kasus revisi Perpres BPJS itu, sekali lagi, menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta kantor kepresidenannya sendiri masih tetap amburadul serta sontoloyo, ” kata anggota Komisi III DPR RI dari Partai Golkar Bambang Soesatyo dalam rilisnya, di Jakarta, Sabtu (4/7).
Menurutnya, lantaran masalah ini berlangsung di bulan kesembilan umur pemerintahan Jokowi, itu jadi tanda-tanda terlalu banyak orang yang tidak kualifaid dalam pemerintahan Jokowi.
“Karena tidak kualifaid, beberapa menteri lakukan kecerobohan dalam masalah Perpres BPJS Ketenagakerjaan itu. Beberapa Menteri itu arogan lantaran membuat Perpres BPJS ketenagakerjaan tanpa terlebih dulu mendengarkan masukan masyarakat pekerja. Bila beberapa menteri teknis itu ingin dengarkan masukan pekerja perihal mekanisme pencairan dana jaminan hari tua, Perpres itu tidak akan punya masalah, ” imbuhnya.
Kecerobohan beberapa menteri terkait itu, lanjutnya, nyatanya diikuti oleh beberapa orang keyakinan Jokowi di kantor Presiden. Tanpa ada membaca serta pelajari muatan Perpres itu, mereka segera menyodorkannya ke Presiden untuk di tandatangani.
0 comments:
Post a Comment