Jet Tempur TNI AU Berikutnya Mempunyai Jurus "Patukan Ular Kobra"


 Salah satu daya tarik dari pesawat jet tempur Sukhor Su-35 yang tengah dilirik oleh pemerintah Indonesia untuk mengganti F-5E Tiger TNI AU yaitu kemampuan supermanuverability yang dipunyainya.

Supermanuverability, atau kemampuan bermanuver yang luar biasa, yaitu kemampuan pesawat bermanuver lebih namun tetap masih dapat termonitor, karena mekanisme aerodinamika yang dipunyai.

Kemampuan seperti itu pertama kalinya diperkenalkan dalam pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-27 serta Mikoyan MiG 29 di tahun 1980-an. Belakangan, supermanuverability jadi standard dalam pesawat tempur generasi keempat serta bahkan juga lima.

Karena desain aerodinamikanya, Su-27 disegani oleh pilot-pilot tempur lantaran manuver patukan ular cobra-nya, yang pertama kalinya diperagakan oleh tes pilot Sukhoi, Victor Pugachev.

Manuver super lain yang dapat dikerjakan yaitu manuver Bel yakni pesawat terlihat seperti diam sesaat dengan cara vertikal, lantas jatuh seakan tengah stall, tetapi pilot terus dapat mengarahkan moncong pesawat ke arah yang diinginkannya serta lakukan recovery.

Di pesawat tempur generasi Su-27 serta Su-30, kemampuan supermanuverability dapat diraih karena desain aerodinamika pesawat dan dukungan mesin.

Kemampuan itu ditingkatkan dalam Su-35 dengan support thrust vectoring. Fitur thrust vectoring dalah fitur lubang buang mesin jet (nozzle) yang dapat dibelokkan. Dalam Su-35, nozzle-nya dapat dibelokkan dalam tiga sumbu gerakan.

Dengan nozzle yang menyemburkan thrust (daya dorong) yang dibelokkan, ini menaikkan kemampuan bermanuver pesawat. Ibaratnya mobil yang berbelok sembari " mengepot. " Bedanya, Su-35 " ngepot " di udara.


Apa gunanya supermanuverability?
Dalam pertempuran udara moderen, yang saat ini berpedoman memahami BVR (Beyond Visual Range), kemampuan supermanuverability memanglah terdengar tidak diperlukan.

Pesawat-pesawat tempur berkemampuan BVR dapat mengunci banyak tujuan dari jarak jauh, selama masih tetap dapat terendus radar. Pilot dapat mengunci serta melepas misil tanpa ada melihat targetnya secara fisik, cukup di layar radar.

Doktrin BVR juga sangat mungkin pesawat mengunci banyak target sekaligus, serta melepas misil untuk semua target yang terkunci. Tetapi hal semacam ini tidak sering dilakukan pilot-pilot tempur lantaran dimaksud bakal membebani kerja komputer pesawat lantaran harus mengatasi banyak target sekaligus.

Lagipula, tidak seluruhnya target yang dikunci dari jarak jauh itu memperoleh jaminan tertembak 100 %.

Pertempuran udara-udara seperti itu umumnya pada awalnya berlangsung dalam kecepatan tinggi. Bila tidak berhasil dalam tembakan misil pertama, jadi pertempuran bakal jadi lebih lama, serta dikerjakan dalam jarak dekat (WVR/Within Visual range).

" Setelah bermanuver, pesawat bakal sama-sama mengurangi kecepatan, tetapi keduanya mungkin saja tidak dalam posisi yang baik untuk menembak, " kata Sergey Bogdan, kepala tes pilot Sukhoi seperti diambil KompasTekno dari Aviationweek, Rabu (16/9/2015).

Di situlah peran supermanuverability diperlukan. Bogdan menyampaikan dengan kemampuan itu, pesawat dapat berbelok lebih tajam serta lebih cepat serta memposisikan dirinya lebih baik untuk mengunci serta melepas misil.


Doktrin mempertahankan energi

Disamping itu, tes pilot Eurofighter Typhoon, Paul Smith yang pernah didapati KompasTekno dalam rangkaian kegiatan pengenalan jet tempur Typhoon pada sebagian media di Indonesia, menyampaikan bahwa dalam pertempuran jarak dekat (WVR/Within Visual Range), yang diperlukan yaitu kekuatan pesawat dalam mempertahankan energi dalam tiap-tiap manuvernya.

Energi itu menurut dia diperlukan supaya pesawat dapat bergerak lincah, dari satu manuver ke manuver lain tanpa ada kehilangan energi serta kecepatan.

" Desain serta karakteristik mesin yang digunakan Typhoon memungkinkan hal semacam ini, " kata Smith yang sempat juga mengawaki jet tempur Tornado GR2 itu.

Berbeda dengan Smith, Bogdan menyampaikan teori pertempuran udara selalu berubah. Di tahun 1940-an serta 1950-an, menurut Bogdan prioritas pertempuran udara-udara yaitu ketinggian, lantas kecepatan, kemudian ketinggian serta manuver.

" Supermanuverability saat ini jadi tambahan, seperti pisau belati punya tentara yang digunakan waktu ia telah tidak mempunyai senjata apa-apa lagi, " kata Bogdan dalam peluang Paris Air Show 2013 lalu.

Akan tetapi, kekuatan supermanuverability yang dicapai dengan bantuan thrust vector itu juga dimaksud Smith mempunyai kekurangan.

" Jangan lupa, waktu bermanuver seperti itu, pesawat sesungguhnya dalam kecepatan lambat, terkadang jadi diam, itu membuat kamu jadi sasaran empuk, " terangnya.

" Itu dapat memberi peluang untuk wingman (pesawat lain) untuk mengunci serta menembaknya, " jelas Smith.

Bogdan juga kelihatannya sependapat dalam hal semacam ini. Kemampuan supermanuverability dalam pesawat dimisalkan Bogdan seperti sniper (penembak jitu) dalam suatu pertempuran.

" Anda tidak dapat menembak berulang-kali dari posisi yang sama, lantaran posisi anda jadi mudah di ketahui, " tuturnya.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment