Di dalam merosotnya harga minyak dunia yang menembus level USD46, 90 per barel, PT Pertamina (persero) masih tetap meneriakkan kerugiannya menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium yang dibanderol dibawah harga keekonomian.
Corporate Secretary Pertamina Wisnuntoro menyampaikan mulai sejak awal 2015 awal hingga hari ini Pertamina sudah menelan kerugian hingga Rp15, 2 triliun dari penjualan premium.
Karena, kata dia, harga premium untuk harga keekonomian sesuai sama hitungan pemerintah sesungguhnya lebih tinggi dari Rp7. 400. “Harga semestinya sekitar Rp7. 700 hingga Rp7. 800, dari selisih ini (rugi), ” kata Wisnu di Jakarta, Minggu (20/9).
Meski demikian, diakuinya dapat menyadari ketentuan Pemerintah yang meminta untuk menahan harga Premium. Karena harga BBM memang sangat peka dengan inflasi, hingga pemerintah tidak dapat merubah harga dengan cara tiba-tiba.
“Makanya pas naik kita berharap semoga akan turun serta bisa ‘saving’. Jadi kelak akhir tahun semoga dapat ‘keep’, ” ucap dia.
Pada awal mulanya, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika meminta Pemerintah selekasnya menurunkan harga BBM, mengingat harga minyak dunia telah turun ke kisaran level USD45 – USD50 per barel. “Kami minta harga BBM turun lantaran harga minyak turun. Pada saat itu anggapan USD60 per barel. Namun saat ini telah di kisaran level USD45. Turun 27 %, ” kata dia.
Ia menambahkan, penurunan harga minyak juga sudah melampaui pelemahan Rupiah pada dolar AS. Di mana Rupiah pada dolar AS tertekan 12-13 % sesaat minyak dunia sudah turun sebesar 20 %, oleh karena itu harga BBM telah sepantasnya di turunkan.
“Penuruan harga minyak jauh lebih kuat dari pada kurs. Kita juga lihat penurunan tarif listrik. Justifikasinya harga minyak turun. Tentu kita mesti searah. Di BBM juga mesti gunakan justifikasi, ” tandasnya.
Corporate Secretary Pertamina Wisnuntoro menyampaikan mulai sejak awal 2015 awal hingga hari ini Pertamina sudah menelan kerugian hingga Rp15, 2 triliun dari penjualan premium.
Karena, kata dia, harga premium untuk harga keekonomian sesuai sama hitungan pemerintah sesungguhnya lebih tinggi dari Rp7. 400. “Harga semestinya sekitar Rp7. 700 hingga Rp7. 800, dari selisih ini (rugi), ” kata Wisnu di Jakarta, Minggu (20/9).
Meski demikian, diakuinya dapat menyadari ketentuan Pemerintah yang meminta untuk menahan harga Premium. Karena harga BBM memang sangat peka dengan inflasi, hingga pemerintah tidak dapat merubah harga dengan cara tiba-tiba.
“Makanya pas naik kita berharap semoga akan turun serta bisa ‘saving’. Jadi kelak akhir tahun semoga dapat ‘keep’, ” ucap dia.
Pada awal mulanya, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika meminta Pemerintah selekasnya menurunkan harga BBM, mengingat harga minyak dunia telah turun ke kisaran level USD45 – USD50 per barel. “Kami minta harga BBM turun lantaran harga minyak turun. Pada saat itu anggapan USD60 per barel. Namun saat ini telah di kisaran level USD45. Turun 27 %, ” kata dia.
Ia menambahkan, penurunan harga minyak juga sudah melampaui pelemahan Rupiah pada dolar AS. Di mana Rupiah pada dolar AS tertekan 12-13 % sesaat minyak dunia sudah turun sebesar 20 %, oleh karena itu harga BBM telah sepantasnya di turunkan.
“Penuruan harga minyak jauh lebih kuat dari pada kurs. Kita juga lihat penurunan tarif listrik. Justifikasinya harga minyak turun. Tentu kita mesti searah. Di BBM juga mesti gunakan justifikasi, ” tandasnya.
0 comments:
Post a Comment